Bimtek Dukung Percepatan Tanam dan Peningkatan Produksi Padi di Provinsi NTT
Dalam rangka mendukung upaya percepatan tanam dan peningkatan produksi padi di Kabupaten Kupang, Provinsi Nusa Tenggara Timur, Pusat Standardisasi dan Instrumen Tanaman Pangan (PSI Tanaman Pangan) bekerjasama dengan Balai Penerapan Standardisasi Instrumen Pertanian Nusa Tenggara Timur (BPSIP NTT) menyelenggarakan Bimbingan Teknis (Bimtek) selama 4 hari dari tanggal 15-18 Oktober 2024. Penguatan Kapasitas Penerap Standar Pertanian Mendukung Upaya Percepatan Tanam dan Peningkatan Produksi Padi menjadi tema utama Bimtek yang dilaksanakan di 4 Kecamatan di Kabupaten Kupang yaitu Kecamatan Kupang Tengah, Kupang Timur, Sulamu dan Takari. Kegiatan Bimtek dihadiri oleh peserta yang terdiri dari penyuluh, petani serta penangkar padi.
Bimtek dibuka secara resmi oleh Kepala PSI Tanaman Pangan, Dr. Ir. Priatna Sasmita, M.Si dan menghadirkan dua narasumber yaitu Dr. Lalu M. Zarwaji (Balai Besar Pengujian Standar Instrumen Padi) serta Ir. Irianus Rejeki Rohi, M.Si (BPSIP NTT). Dalam sambutannya beliau menyampaikan bahwa permasalahan dunia saat ini adalah pangan yang sedang tidak baik-baik saja, ada sekitar 58 negara dalam keadaan kelaparan serius atau sekitar 900 juta penduduk dunia dalam keadaan kelaparan. Sedangkan Indonesia sendiri ada sekitar 7-16 % penduduknya rentan kelaparan.
“Dampak perubahan iklim ini sangat luar biasa bagi pertanian sehingga menyebabkan banyak negara-negara tidak dapat memenuhi kebutuhan pangan bagi negaranya sendiri yang diakibatkan oleh kemarau panjang dan gagal panen. Sedangkan negara-negara penghasil pangan lebih memilih untuk menahan stok pangannya negaranya sendiri” ujarnya. Lebih lanjut Priatna juga menjelaskan bahwa kegiatan Bimtek ini sudah sejalan dengan program Kementerian Pertanian sebagai upaya dalam mendukung Upaya Percepatan Tanam, dan Peningkatan Produksi Padi melalui Perluasan Areal Tanam (PAT).
“Untuk menghadapi perubahan iklim, Kementerian Pertanian telah mengantisipasinya dengan program pompanisasi yaitu memberikan bantuan pompa-pompa air kepada petani di seluruh Indonesia. Hal itu dilakukan agar permasalahan petani yang terkendala akan kekurangan air dapat diatasi, sehingga petani tetap terus tanam padi dan Indonesia memiliki stok pangan atau cadangan beras yang cukup walaupun kemarau panjang melanda wilayah Indonesia”. Jelasnya
Selanjutnya kegiatan dilanjutkan dengan pemberian materi bimtek oleh Dr. Lalu M. Zarwaji yang menjelaskan tentang “Strategi Peningkatan Produksi Padi Menuju Swasembada”. Pada kesempatan tersebut dijelaskan mengenai varietas-varietas padi berumur pendek serta teknologi yang bisa digunakan untuk meningkatkan pendapatan petani untuk lahan sawah tadah hujan. Varietas seperti Inpari 18, Inpari 19, Inpari 20, Inpari 40, Inpari 41 dan Cakrabuana, walaupun merupakan varietas padi sawah tetapi juga cocok di tanam pada lahan sawah tadah hujan. Umur varietas tersebut sangat genjah dengan produktivitas rata-rata 5,7 t/ha hingga 6,9 t/ha.
Beberapa teknologi budidaya padi terstandar yang dapat digunakan untuk meningkatkan produksi sawah tadah hujan salah satunya yaitu teknologi jajar legowo 2:1 yang saat ini masih jarang dilakukan oleh petani, dengan teknologi ini produksi yang diharapkan dapat dicapai karena jajar legowo dapat memaksimalkan pertumbuhan anakan pada setiap rumpunnya. Selain itu, teknologi yang dapat diterapkan untuk meningkatkan produksi padi di lahan sawah tadah hujan serta mengurangi biaya produksi adalah teknologi Salibu (Salinan Ibu). Melalui teknologi tersebut petani cukup 1 kali membeli benih dengan 1 kali pengolahan lahan, melalui perawatan pertanaman yang intensif setelah panen pertama sehingga petani dapat kembali panen padi sampai 2-3 kali panen dalam 1 kali masa tanam.
Dr. Lalu M. Zarwaji, menjelaskan bahwa Provinsi NTT memiliki potensi lahan kering yang cukup luas. Varietas seperti Inpago 8, Inpago 9, Inpago 10, Inpago 38 Agritan, Inpago 39 Agritan, Inpago 42 GSR dan Inpago 43 GSR dengan rata-rata produktivitas 4,0 – 6,6 t/ha cocok digunakan untuk lahan kering. Adapun teknologi yang sesuai untuk padi lahan kering adalah Larikan Gogo Super (Largo Super) yang merupakan teknologi budidaya terpadu padi lahan kering berbasis tanam jajar legowo 2:1 menggunakan mekanisasi pertanian pada penerapannya.
Pemaparan selanjutnya oleh Ir. Irianus Rejeki Rohi, M.Si adalah pemaparan tentang UPBS (Unit Pengelola Benih Sumber) yang menjelaskan tentang kegiatan UPBS yang ada BPSIP NTT serta ketersediaan benih yang dimilikinya. Pada pemaparan ini dijelaskan bahwa bagi petani yang akan memesan benih tertentu harus menginformasikan terlebih dahulu kepada UPBS untuk varietas yang akan dipesan untuk melihat ketersediaan benih varietas tersebut. Selain itu produksi benih yang dihasilkan oleh UPBS BPSIP NTT diawasi oleh Balai Pengawasan dan Sertifikasi Benih (BPSB) yang ada di Provinsi. Sehingga ketersediaan benih pada UPBS juga tergantung dari pengujian benih yang dilakukan apabila ada benih yang tidak lolos uji maka UPBS BPSIP NTT tidak bisa menjualnya ke petani.
Di akhir acara, Dr. Ir. Priatna Sasmita, M.Si menyampaikan arahan agar petani dapat menerapkan berbagai macam teknologi budidaya padi terstandar yang sudah dijelaskan oleh narasumber dan berharap semangat petani dapat kembali bangkit untuk tanam padi setelah mendapatkan informasi mengenai standar dan inovasi budidaya padi pada Bimtek yang telah diselenggarakan. (NAS/BP/Uje)